Senin, 28 November 2011

Praktik Laborat

PENGGUNAAN MEDIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
MATA KULIAH PRAKTIK LABORATORIUM
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (Kosasih Djahari, 1980 : 3). Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Salah satu sistem pendukung tersebut merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan yang disebut media.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti penting dalam rangka membantu menjelaskan bahan ajar yang disampaikan kepada peserta didik karena dapat disederhanakan melalui media. Dengan demikian, peserta didik akan lebih mudah mencerna materi pelajaran apabila dilakukan dengan bantuan media. Namun, semuanya harus sejalan dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan supaya tidak berbalik menjadi penghambat dalam pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sehingga dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk dapat memahami media sesuai peran sebenarnya yaitu sebagai alat bantu, sumber belajar, sepatutnya memahami terlebih dahulu fungsi dasar dari media itu sendiri. Salain itu, criteria media juga perlu diketahui untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran sebaik mungkin. Prinsip-prinsip pemilihan dan penggunaan media serta klasifikasi media dan alat peraga pendidikan perlu diketahui untuk dapat mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pengajaran.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep media itu?
2. Bagaimana media dapat dikatakan sebagai alat bantu?
3. Bagaimana konsep media sebagai sumber belajar?
4. Bagaimana riteria media?
5. Bagaimana prinsip-prinsip pemilihan dan penggunaan media?
6. Bagaimana klasifikasi media dan alat peraga pendidikan?

C. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian media.
2. Mengetahui konsep media sebagai alat bantu.
3. Mengetahui konsep media sebagai sumber belajar.
4. Mengetahui riteria media.
5. Mengetahui prinsip-prinsip pemilihan dan penggunaan media.
6. Mengetahui klasifikasi media dan alat peraga pendidik.













BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MEDIA
Kata media berasal dari bahasa dan merupakan bentuk jamak dari kata medium,yang secara harifiah berarti perantara atau pengantar.Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.Secara luas media bearti manusia,benda atau peristiwa yang memungkinkan peserta didik memperolah pengetahuan dan keterampilan.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media dapat memberikan kejelasan bahan atau materi yang diberikan kepada pesrta didik agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik.Selain itu, kelebihan media dapat membantu guru dalam memberi materi pelajaran yang sulit dijelaskan melalui kata-kata karena keabstrakan bahan atau materi dapat dikonkritkan melalui media.
Peranan media akan terlihat manfaatnya apabila penggunannya sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan karena itu tujuan pengajaran dijadikan tolak ukur untuk menggunakan media sebagai penyalur informasi.Jadi media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran.

B. MEDIA SEBAGAI ALAT BANTU
Guru menyadari bahwa tanpa bantuan media,pelajaran lebih sulit untuk dicerna dan dipahami oleh setiap peserta didik,terutama bahan pelajaran yang rumit.Media pembelajaran membantu guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada peserta didik.
Tingkat kesukaran materi pelajaran tentu sangat bervariasi ada bahan pelajaran yang tidak memerlukan alat bantu tetapi ada pula bahan pelajaran yang memerlukan alat bantu berupa media pelajaran.Selain itu untuk mengatasi kebosanan dan kejenuhan pesrta didik akan materi pelajaran,maka digunakan media pembelajaran agar lebih menarik perhatian pesrta didik.
Sebagai alat bantu,media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan.Proses belajar mengajar dengan bantuan media meningkatkan kegiatan belajar anak didik dalam waktu lama.Media pembelajaran yang digunakan harus menunjang tercapainya tujuan pengajaran.
C. MEDIA SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap peserta didik. Winataputra dan Ardiwinata (1991: 65) mengelompokan sumber-sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku/perpustakaan, media masa, alam lingkungan dan media pendidikan. Dengan kata lain, sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapt dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Media pendidikan yang beraneka ragam sebagai salah satu sumber balajar ikut membantu guru memperkaya wawasan anak didik.
Di sekolah-sekolah kini, terutama di kota-kota besar, teknologi dalam berbagai bentuk dan jenisnya sudah dipergunakan untuk mencapai tujuan. Teknologi yang disepakati sebagai media itu tidak hanya digunakan sebagai alat bantu, tetapi sebagai sumber belajar dalam proses belajar mengajar. Media sebagai sumber belajar diakui sebagai alat bantu auditif, visual dan audio visual. Dimana penggunanannya tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan perumusan tujuan intruksional, dan tentu saja dengan kompetensi guru itu sendiri.
Cukup banyak bahan baku untuk keperluan pembuatan berbagai media pendidikan. Guru yang pandai menggunakan media pendidikan adalah guru yang mampu memanipulasi media sebagai sumber belajar, sekaligus sebagai penyalur informasi berbagai materi ajar yang disampaikan kepada peserta didik dalam suatu proses belajar mengajar.

D. KRITERIA MEDIA
Media dikelompokan menjadi tiga, yaitu;
1. Berdasarkan jenisnya
a. Media auditif, adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan audio saja, serti radio, dll. Media ini cocok untuk orang yang memikiki kelainan pendengaran.
b. Media visual, adalah media yang hanya mengandalkan indra pengliatan yang menampilkan gambar diam ( foto, gamabar, lukisan, film bisu, dll). Kurang cocok bagi mereka yang memiliki kelainan penglihatan.
c. Media audio visual, adalah media yang menyajikan unsur suara dan unsur gambar secara bersama-sama. Media ini terdiri dari:
I. Audio visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara, film rangkai suara, cetak suara.
II. Audio visual gerak, yaitu media yang menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara, televisi, dll
2. Berdasarkan daya liputnya
a. Media dengan daya liput luas dan serentak. Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang, serta menjangkau jumlah peserta didik yang tidak terbatas dalam waktu yang bersamaan. Contoh radio dan televisi.
b. Media dengan daya liput terbatas oleh ruang dan tempat. Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus. Untuk enayangan media film, soud slide, film rangkai perlu menggunakan empat yang gelap dan tertutup.
c. Media untuk pengajaran individual. Penggunaan media ini hanya untuk perseorangan. Contohnya modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.
3. Berdasarkan bahan dan cara pembuatanya
a. Media sederhana, meddia yang bahan dasarnya mudah diperoleh, harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan menggunakannya tidak sulit.
b. Media kompleks, adalah media yang dibuat dari bahan-bahan khusus sehingga mahal harganya, cara membuatnya memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus, menggunakannya perlu latihan serta ketrampilan khusus. Misalnya membuat peta, globe dan model.
Berdasarkan karakteristik media di atas, kita perlu memperhatikan dan mempertimbangkan ketika harus memilih dan menggunakan media dalam pembelajaran. Karakteristik media yang dianggap paling tepat untuk menujang pencapaian tujuan pembelajaran, itulah media yang sebaiknya kita gunakan.
E. PRINSIP-PRINSIP PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN MEDIA
Harapan yang besar tentu saja media menjadi alat bantu yang dapat mempercepat atau mempermudah pencapaian tujuan pengajaran.
Sudirman ( 1991 ) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibaginya ke dalam tiga kategori, sebagai berikut :
1. Tujuan Pemilihan
Memilih media yang akian digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Untuk bersifat umum, ataukah untuk hiburan saja mengisi waktu kosong? Apakah untuk pengajaran kelompok atau pengajaran individual, apakah untuk sasaran tertentu seperti anak TK, SD, SMP, SMA, Tuna Rungu, Tuna Netra, masyarakat pedesaan, ataukah masyarakat perkotaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai media.
2. Karakteristik Media Pengajaran
Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus diimliki guru dalam kaitannya dengan ketrampilan pemilihan media pengajaran. Di samping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai jenis media pengajaran secara bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami karakteristik media tersebut, guru akan dihadapkan kepada kesulitan dan cenderung bersikap spekulatif
3. Alternatif Pilihan
Memilih pada hakikatya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan apabila media pengajaran itu hanya ada satu, maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya.

F. KLASIFIKASI MEDIA DAN ALAT PERAGA PERAGA PENDIDIKAN
Adapun klasifikasi media atau alat peraga yang dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah, antara lain :
1. Alat Peraga Tanpa Proyeki
a. Papan Tulis
1) Stensil Papan Tulis
2) Cetakan Papan Tulis
3) Pantograf Gambar atau peta tetap
b. Papan Tempel
1) Papan Pengumuman
2) Papan Visual
3) Papan demonstrasi
4) Papan pameran (Study Display Board)
5) Papan listrik
6) Papan bergerak/Mobile
7) Papan magnet/Flanel
c. Papan Flanel
d. Bagan
1) Bagan keadaan
2) Bagan lukisan
3) Bagan skematik dan diagmatrik
4) Bagan pengembangan
5) Bagan pertumbuhan
6) Bagan organisasi
7) Bagan perbandingan dan perbedaan
8) Bagan penunjuk atau penuntun
9) Bagan waktu
10) Bagan lipatan dan bagan lembar balik
11) Bagan uraian
12) Bagan pandangan tembus
e. Diagram
f. Grafik
1) Grafik garis
2) Grafik lingkaran
3) Grafik bidang atau batang
4) Grafik bergambar
g. Postr
h. Kartun
i. Komik
j. Gambar mati
1) Album
2) Gambar berbingkai ( Mounted Pictures )
k. Gambar seri ( Berhubungan )
l. Peta datar
2. Alat peraga tiga dimensi
a. Model
1) Model sederhana
2) Model lapangan
3) Model perbandingan
4) Model irisan
b. Benda Asli ( obyek )
c. Conntoh ( specimen )
d. Mock-up ( Tiruan )
e. Diorama
f. Peta timbul
g. Boneka
1) Boneka jari
2) Boneka tangan
3) Boneka tongkat
4) Boneka tali
h. Topeng
i. Ritatoon
j. Rotatoon
k. Standar lembar balik
l. Unit globe
3. Alat-alat peraga yang diproyeksikan
1) Filmstrip
2) Slides
3) Proyektor opaque
4) Proyektor Overhead
4. Alat-alat peraga pendidikan Multimedia
1) Televisi
2) Komputer
3) LCD/IN-Focus/Proyektor
4) E-learning
5. Karya Wisata
1) Kuliah Kerja Nyata
2) Kuliah Kerja Lapangan
3) Praktek Kerja Lapangan








BAB III
PENUTUP
Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti penting karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan pada peserta didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Guru menyadari bahwa tanpa bantuan media, pelajaran akan lebih sulit dicerna dan dipahami oleh setiap peserta didik, terutama pelajaran yang rumit dan kompleks.
Media juga dapat mewakili apa yang kurang mampu dijelaskan oleh guru melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Oleh karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Media pendidikan juga sebagai sumber belajar yang juga ikut membantu guru dalam memeperkaya wawasan anak didik. Jenis media selalu berkembang, dan dikelompokkan menjadi, media auditif, media visual, serta media audio-visual. Selain itu, media juga dapat dilihat dari daya liput dan bahan serta cara pembuatannya.













DAFTAR PUSTAKA

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/hakikat-pendidikan/

Kewirausahaan

Rangkaian  Proses Penjualan Kaos Fis dalam Rangka melaksanakan Tugas Makul Kewirausahaan

JUAL KAOS
                Mahasiswa diberi perkuliahan sesuai dengan jurusannya agar nantinya bisa terjun ke dunia kerja sesuai dengan kompetensinya dan sesuai dengan tujuan awal sebelum memilih dan masuk ke jurusan tertentu dalam sebuah universitas. Namun melihat begitu banyaknya mahasiswa yang lulus dengan membawa kompetensi itu nyatanya peluang yang ada di lapangan tidak bisa mengimbangi banyaknya lulusan itu, bahkan bisa dibilang sangat langka akan peluang yang ada karena untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kompetensinya itu kadang dirasa sangatlah sulit. Untuk itu bagi semua mahasiswa yang sedang menempuh kuliahnya dalam jangka berapa tahun ini haruslah lebih awal mencetuskan sebuah ide cadangan sebagai alternatif lain untuk mengantisipasi jika nantinya pekerjaan yang diinginkan sejak awal itu tidak bisa didapatkan karena macam-macam kemungkinan yang ada kaitannya dengan peluang di lapangan.
                Yang akan saya lihat di sini adalah upaya dari jurusan saya sendiri yaitu Pendidikan Sosiologi antropologi FIS UNNES untuk mengantisipasi masalah-masalah yang telah disebutkan seperti di atas. Yang sudah dilakukan dari jurusan saya adalah sebuah pengupayaan pembelajaran tentang kewirausahaan. Pengupayaan ini dirangkum dalam sebuah perkuliahan kewirausahaan dengan bobot 2 sks yang diampu langsung oleh Kepala Jurusan langsung yang tidak lain adalah Bp. MS.Mustofa. M.Pd.
                Dalam berjalannya perkuliahan kewirausahaan ini dari dosen pengampu mengusulkan untuk memberikan pembelajaran praktis dalam bentuk penugasan penjualan sebuah kaos berlogokan Unnes di dada kiri dan slogan FIS Di punggung. Ada 2 macam warna dari baju yang dijual yaitu merah dan hitam. Penugasan ini bertujuan untuk agar mahasiswa bisa mengaplikasikan materi yang telah disampaikan dalam perkuliahan kewirausahaan dan juga untuk sarana mahasiswa untuk mengasah kemampuannya untuk bisa berwirausaha langsung dalam sebuah praktek berjual beli sebuah kaos.
                Untuk proses penjualan kaos-kaos tersebut kami mahasiswa rombel 2 dibagi dalam beberapa kelompok yang masing-masing kelompoknya terdiri dari 5 mahasiswa yang nantinya akan  bekerja sebagai tim yang saling bekerja sama dalam terlaksanannya penjualan tersebut. Untuk lebih jelas lagi perinciannya terklasifikasi dalam beberapa aspek yaitu :

A.        PANGSA PASAR
Di sini yang menjadi target penjualan kaos tersebut saya fokuskan kepada mahasiswa dan dosen FIS saja, mengingat kaos tersebut telah bertemakan FIS. Untuk mempermudah peluang pasar maka saya tentukan demikian itu.

B.      PROSES PEMASARAN
Dalam pelaksanaan Penjualan produk ini kami lebih menekankan untuk mendatangi para konsumen langsung serta menawarkannya pula tanpa harus melalui perantara pihak tertentu. Untuk sasaran pertamanya di sini adalah salah satu dosen dari jurusan saya sendiri, tidak perlu untuk saya sebutkan namanya yang jelas dalam penawaran kali ini saya tidak lupa menginformasikan bahwa adanya penjualan ini dikarenakan adannya penugasan dari mata Kuliah Kewirausahaan yang diampu oleh salah satu dosen di Jurusan. Maka setelah dosen tersebut mengetahui bahwa penjualan itu semata-mata untuk pemenuhan tugas maka dengan harga 47500 dosen tersebut tanpa pikir panjang langsung membelinya. Untuk pembeli kedua adalah berasal dari ranah mahasiswa sendiri yaitu mahasiswa dari jurusan Sejarah yang kebetulan teman kos saya, pada awalnya teman saya itu mengatakan bahwa kaos itu tidak layak jual malah dikatakan itu layak dibagi-bagi saja. Wah sungguh sebenarnya saya juga kurang trima tapi yang saya pikir hal itu merupakan hal yang wajar dilakukan oleh konsumen. Tapi setelah saya sampaikan pula bahwa itu adalah tugas maka dengan kerelaan hati dia mau membelinya dengan harga 45 ribu.
Ada juga teman saya ketika saya tawarkan justru mengatakan semisal diberikan harga 25 ribupun dia tak akan membelinya, menurutnya kaos itu sangat g nyaman dipakai melihat bahannya yang sangat cheap looking. Tapi tak apalah yang jelas dengan terjualnya 2 kaos dari kelima kaos yang ada bagi saya sudah cukup untuk menambah kemampuan saya untuk berlatih diri untuk berwirausaha.

C.      KELEMAHAN DAN KELEBIHAN PRODUK
Sebenarnya jika dikatakan sebuah produk itu lemah atau tidak itu sebelumnya disesuaikan terlebih dahulu antara kondisi produk dan harga yang ditawarkan, dalam bahasa jawa itu hendaknya sebuah barang itu “Ono rego ono rupo” yang artinya “Ada harga maka ada bentuknya”, maksudnya di sini jika sebuah produk itu mempunyai harga sekian maka kualitas produk harus menyesuaikan dengan harga yang ada dan juga tidak lupa melihat batas kewajaran. Disini yang saya lihat kaos yang ditawarkan memiliki sejumlah kelemahan diantaranya bahan yang kasar dan juga emblem yang ada terbuat dari sablonan yang sebenarnya kaos dengan model seperti itu idealnya adalah menggunakan emblem berbodir sehingga ketahanannya jauh lebih bagus ketimbang hanya sablon yang sekali dua kali setrika langsung mengelupas. Dengan kondisi seperti ini harga yang dibandrol 50 ribu dirasa sangat jauh dari kepantasan. Apalagi jika melihat bahwa kaos itu bertemakan FIS maka semakin sempit saja pangsa pasar yang ada. Padahal pada awalnya kaos yang bertemakan FIS itu adalah merupakan satu point yang dunggulkan karena baju dengan emblem seperti itu hanya dijual satu-satunya oleh kita, namun pada prakteknya di lapangan justru kita kesusahan dalam menentukan pangsa pasar karena terbatas hanya untuk kalangan FIS saja. Pada akhirnya kelebihan yang ada justru menjadi kelemahan pula, karena mungkin saja kaos itu bisa laku lagi jika slogan FISnya ditiadakan saja atau mungkin diganti dengan slogan Konservasi yang digemborkan Unnes.

D.      KENDALA-KENDALA
Kendala-Kendala yang dihadapai sebenarnya tidak terlepas dari kelemahan kaos itu sendiri dimana kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan, maka dari itu dalam berjalannya proses pemasaran banyak mengalami penolakan-penolakan dari para calon konsumen.

E.       KESIMPULAN
Berwirausaha bukanlah suatu usaha main-main atau hanya untung-untungan, namun dalam segala aspeknya perlu dipersiapkan dengan matang terlebih dahulu agar dalam proses pelaksanaanya lebih mantap untuk terus maju dan bertahan lebih lama untuk mencapai titik dimana pengusaha dapat mapan dan usahanya dapat berjalan dengan memiliki kontinuitas yang cukup tinggi.

Sosiologi Gender

Gender dan media

Perempuan dalam iklan

Iklan adalah media promosi produk tertentu, dengan tujuan produk yang ditawarkan terjual laris. Untuk itu iklan dibuat semenarik mungkin, sehingga terkadang dapat dinilai terlalu berlebihan, serta mengabaikan sisi psikologis, sosiologis, ekologis, dan estetika penonton atau sasaran produk yang diiklankan.
Eksploitasi perempuan dalam iklan teridentifikasi melalui wacana seksual yang diekspos secara vulgar dalam iklan, tubuh perempuan dipertontonkan secara erotis dan eksotis. Memang tidak dapat disangkal, secara mendasar yang membutuhkan produk-produk adalah tubuh, untuk bertahan dan beraktivitas.
 Pada dasarnya tubuh membutuhkan produk-produk fungsional untuk bekerja dan bertahan, misalnya mengkonsumsi makanan untuk beraktivitas, mengkonsumsi obat untuk penyembuhan. Namun pada perkembangan era pasar bebas, kaum penumpuk modal bukan hanya mengembangkan pembuatan produk, tetapi juga mengontrol kesadaran massa tentang tubuh melalui pencitraan tubuh ideal melalui berbagai media, diantaranya melalui propaganda iklan.
Sayangnya, perempuan dalam iklan dijadikan alat memasarkan produk, tubuhnya dieksploitasi untuk mengumbar definisi cantik versi standardisasi "pasar" dengan cara memamerkan rambut yang lurus dalam iklan shampo dan obat pelurus rambut, kulit wajah yang mulus dalam iklan obat kecantikan, payudara besar dalam iklan obat pembesar payudara, perut langsing dalam iklan pelangsing perut, betis indah dan tubuh yang ramping dalam iklan obat diet, kulit putih dalam iklan obat pemutih, dll.
Eksploitasi tubuh perempuan dengan cara memamerkan tubuh sesuai kontrol pemodal telah menghadirkan sosok perempuan yang teralienasi, hal tersebut karena mereka memasarkan produk (yang sebenarnya asing bagi dirinya) demi mendapatkan bayaran semata.  Perempuan dalam posisi sebagai alat yang dimanfaatkan dalam mobilisasi politik kepentingan kaum borjuasi. Maraknya iklan produk-produk untuk perempuan mengakibatkan banyaknya perempuan sebagai korban iklan, karena iklan adalah media penyebarluasan produk yang mampu menjangkau seluruh komunitas yang sangat luas yang memungkinkan terciptanya kondisi masyarakat dengan citra dan estetika konsumtif yang sangat kondusif  bagi kelangsungan sistem kapitalis.
 Sehingga perempuan mengkonsumsi produk-produk yang diiklankan bukan berdasarkan sisi fungsional tapi karena berdasarkan kesadaran palsu tentang ideologi tubuh, norma keindahan tubuh, mulai dari bentuk, ukuran, warna, dan bau. Selain persoalan esksploitasi tubuh perempuan, ketidakadilan jender berlabel "untuk menjadi ibu yang baik" mempersempit peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Seakan perempuan hanyalah sebagai pelayan suami, merawat anak, dan pekerjaan-pekerjaan di wilayah domestik.
          Artinya, peran perempuan yang dibangun oleh iklan belum beranjak dari konstruksi sosial yang tidak adil dan kultur patriarkhi. Dalam iklan, perempuan dominan dipertontonkan dalam aktivitas kerja domestik, Misalnya, perempuan sedang memasak dalam iklan bumbu dapur dan mie instan, perempuan sedang mencuci dalam iklan sabun cuci, perempuan sedang mengasuh anak dalam iklan susu dan pasta gigi, dll.
          Jadi jelas iklan-iklan tersebut semakin memupuk dan mengekalkan diskrisminasi peran perempuan berdasarkan jenis kelamin. Eksploitasi perempuan dalam iklan yang diposisikan sebagai alat dan sasaran pemasaran produk-produk kaum pemodal semakin subur.


Apa yang harus dilakukan perempuan?
Untuk menembus dinding industri media agar menghargai perempuan bukan karena tubuhnya akan tetapi karena eksistensinya. Ada  beberapa hal yang harus dilakukan perempuan diantaranya :
1.     Perempuan haruslah kritis.
2.     Perempuan harus mempunyai strategi mekanisme kerja yang jelas untuk memperbaiki dan merubah citra perempuan dalam media. Antara lain dengan memberikan penyadaran kepada perempuan agar tidak larut dalam proses pemapanan stereotip yang merugikan perempuan.
3.     Perempuan harus meningkatkan kemampuan dan pemberdayaan perempuan untuk memasuki dunia kerja dengan mantap dan ‘ berani menggeser image’
Bahwa perempuan juga layak diterima dalam dunia kerja bukan karena tubuhnya tetapi karena memang mampu dan layak diperhitungkan eksistensinya. Indah, cantik tidak hanya dilihat lewat tubuh akan tetapi inner beauty juga layak dan harus ditampilkan.
4.     Perempuan  harus mendorong dan mensosialisasikan bahwa perempuan layak masuk  dalam industrti media bukan hanya untuk dieksploitasi atau sebagai objek akan tetapi mereka masuk  dalam dunia pers sebagai pemimpin redaksi, penulis kritis dan wartawan tangguh.
Jika ini  dapat dilakukan maka industri pers dan periklanan tidak maskulin lagi.
5.     Perempuan harus berani mengkoreksi dan menggunggat pesan-pesan media masa. Misalnnya dengan menulis artikel, sanggahan atau menulis dalam kolom surat pembaca, sehingga pikiran pembaca menjadi terbuka dan tidak hanya melihat dari satu sisi.

Contoh Proposal Skripsi

PROPOSAL SKRIPSI




logo UNNES.jpg






TRADISI RITUAL “ BEGALAN “ BANYUMASAN
SEBUAH FOKLOR DI KABUPATEN BANYUMAS


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Pada Universitas Negeri Semarang


Oleh :
Eko Nugroho
3401409068



JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
<span class="fullpost">


    </span>


HALAMAN PENGESAHAN
            Proposal Skripsi yang berjudul Tradisi Ritual “Begalan” Banyumasan
Sebuah foklor di Kabupaten Banyumas, telah disahkan dan disetujui pada :
Hari     :
Tanggal            :



                                                                        Semarang, Desember 2010
                                                                                    Yang mengajukan

                       
                                                                                    Eko nugroho
                                                                                    NIM.3401409068
Mengetahui
Pembimbing I                                                              Pembimbing II



Drs. Adang Syamsudin S, M.S.i.                                              Nugroho Trisnu B, S.Ant, M.Hum
NIP. 131404312                                                                      NIP. 132309620

                                                Mengetahui
                        Ketua jurusan Sosiologi Antropologi



                                    Drs. MS Mustofa, MA
                                    NIP. 131764041



DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI  SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
           
PROPOSAL SKRIPSI
                                    NAMA             : EKO NUGROHO
                                    NIM                 : 3401409068
PRODI             : PENDIDIKAN SOSIOLOGI DAN     ANTROPOLOGI
                                    JURUSAN       : SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI

I.                    JUDUL SKRIPSI
TRADISI “ BEGALAN “ BANYUMASAN SEBUAH FOKLOR DI KABUPATEN BANYUMAS
II.                 LATAR BELAKANG  MASALAH
Masyarakat Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak jenis masyarakat yang memiliki keragaman dalam segala bentuk hal kebudayaan daerah. Nilai-nilai luhur seringkali dijadikan sebuah pedoman atau pandangan hidup untuk dapat selalu dilestarikan dengan cara diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Salah satu dari sekian banyaknya hasil kebudayaan yang ada di daerah saya yaitu Kabupaten Banyumas adalah Ritual Begalan. Kata "Begalan" berasal dari bahasa Jawa, artinya perampokan. Dalam penyajiannya memang terjadi dialog sesuai dengan le­genda. Syahdan, pada saat putri bungsu Adipati Wira­saba (Kec. Bukateja, Kab. Purbalingga) hendak dinikahkan dengan putri sulung Adipati Banyumas Pangeran Tirtokencono. Begalan wajib dilaksanakan. Sebab bila tata cara ini tidak diindahkan, dikhawatirkan bakal terjadi bencana atau musibah. Bencana bisa menimpa kedua mempelai dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga. Tradisi Begalan di dalamnya sangat dipercaya mengandung kekuatan gaib dan unsur Irasional.
Begalan merupakan sebuah kesenian tradisional warisan budaya leluhur asli daerah Banyumas, lazim dipertunjukkan melengkapi upacara adat pernikahan. Namun tidak semua acara adat pernikahan "disuguhi" seni tradisi Begalan. Yang sudah menjadi tradisi keharusan disuguhi seni tradisi Begalan bila acara pernikahan anak sulung mendapatkan anak sulung, anak sulung mendapatkan bungsu, atau anak bungsu dinikahkan anak bungsu. Tahun 1960-an seni tradisi Begalan menjadi prima­dona, terutama masyarakat yang masih taat dan menjunjung tinggi terhadap adat.
Di dalam seni tradisi Begalan ada nuansa yang terkandung di dalamnya, yaitu, wejangan dari sesepuh selain di dalamnya ter­kandung pesan atau wejangan yang ditujukan kepada mempelai pasangan pe­ngantin. Namun dengan pengaruh perkembangan kesenian yang kian instan, acara Begalan sudah kian jarang dilakukan pada upacara pernikahan di Ka­rsidenan Banyumas.Menurut para pakar budaya di Banyumas, tra­disi begalan muncul sejak Pemerintah Bupati Ba­nyumas ke XIV, saat itu Raden Adipati Tjokronegoro (tahun 1850). Pada jaman itu Adipati Wirasaba berhajat mengawinkan putri bung­sunya Dewi Sukesi dengan Pangeran Tirtokencono, putra sulung Adipati Ba­nyumas. Satu minggu se­telah pernikahannya Sang Adipati Banyumas ber­kenan memboyong kedua mempelai dari Wirasaba ke Kadipaten Banyumas (ngun­duh temanten), berjarak kurang lebih 20 km.
Setelah menyeberangi sungai Serayu dengan me­nggunakan perahu tambang, rombongan yang dikawal sesepuh dan pengawal Kadi­paten Wirasaba dan Ba­nyumas, di tengah per­jalanan yang angker di­hadang oleh seorang begal (perampok) berbadan tinggi besar, hendak merampas semua barang bawaan rombongan pengantin. Terjadilah peperangan antara para pengawal melawan Begal raksasa yang mengaku sebagai penunggu daerah tersebut.
Pada saat pertempuran akhirnya begal dapat di­kalahkan. Kemudian lari menghilang masuk ke dalam Hutan yang angker dan wingit. Perjalanan dilanjut­kan kembali, melewati desa Sokaweradan Kedunguter. Sejak itu para leluhur daerah Banyumas berpesan terhadap anak cucu agar mentaati tata cara per­syaratan perkawinan, di­kandung maksud kedua mempelai terhindar dari marabahaya.
Masyarakat Banyumas meyakini tradisi ini menjadi simbol pemberian nasehat dan bekal dari para keluarga kepada calon pengantin yang akan menjalani hidup baru. Karena dinilai memiliki arti penting, tradisi ini selalu dilaksanakan sebelum prosesi akad nikah berlangsung yakni ketika calon pengantin lelaki memasuki halaman rumah orang tua dari pihak calon pengantin wanita.

Tradisi Begalan

Pelaku begalan terdiri dua orang. Mereka berdialog saling tegang diiringi sebuah musik tradisional gamelan sederhana (kenong, ken­dang, gong). Kostum kedua pelaku dengan ciri warna­-warna dasar seperti hitam, putih, merah, dan biru. Semula dialog memakai bahasa Banyumas asli namun belakangan kadang menggunakan campuran bahasa Solo atau Yogya­karta.

Kedua pelaku adalah wakil dari kedua mempelai. Pada saat saling argumen­tasi dan bertanya jawab, wakil mempelai putra biasanya disebut Surantani atau Jurutani. Sedangkan wakil perempuan disebut Suradenta. Konon sebutan nama Sura diambil pelaku seni begalan yang dulu sangat terkenal, berasal dari Desa Suro, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyu­mas.

Mereka punya tugas yang berbeda. Suratani me­ngantar peralatan dapur dengan sebuah pikulan yang disebut Bronong Kepang menuju mempelai putri. Se­dangkan Suradenta menjaga mempelai putri, menyambut datangnya mempelai putra yang kelak menjadi pendamping hidup berumah tangga. Sesuai tugasnya, alat yang dipegang Suradenta berupa pemukul, disebut Pedang Wira yang berfungsi memukul periuk. Periuk terbuat dari tanah liat yang berasal dari tanah desa Gambarsari, Kecamatan Kemangkon berisi nasi ku­ning.

Ketika periuk pecah dan penonton yang sebagian besar anak-anak mulai berebutan, maka pertanda berakhirnya pementasam tradisional Begalan. Menurut adat dan keper­cayaan, beras dan isi berupa makanan diberikan sebagai sesaji kepada Iwen supaya Wredhi. Artinya supaya berputra/putri banyak, sehat lahir batin, selamat dunia akhirat. Pertunjukkan seni begalan biasanya diselenggarakan di rumah pihak mempelai putri. (Widoyo Satmoko)

III.               IDENTIFIKASI MASALAH DAN PEMBATASAN MASALAH
A.     IDENTIFIKASI MASALAH
Tradisi Ritual Begalan Banyumasan merupakan salah satu bentuk kesenian sekaligus ritual yang dimana ritual terbut selalu diturunkan antar generasi sebagai budaya yang harus diwariskan agar terlestarikan.
Seni begalan dipertunjukkan apabila seseorang mempunyai hajat mengawinkan anak sulung dengan anak sulung, anak bungsu dengan anak sulung atau anak bungsu dengan anak bungsu. Hal semacam itu merupakan suatu pantangan, apabila perkawinan seperti itu terjadi, perlu diadakan begalan.
Di dalam seni tradisi Begalan ada nuansa yang terkandung di dalamnya, yaitu, wejangan dari sesepuh selain di dalamnya ter­kandung pesan atau wejangan yang ditujukan kepada mempelai pasangan pe­ngantin
.
B.     PEMBATASAN MASALAH
Agar alam pembahasan ini tidak terjadi kesalahan penyalinan atau keluar dari tema, maka dalam penelitian ini perli dibatasi ruang lingkup kajiannya, yaitu :
a.       Ruang lingkup sosial, adalah masyarakat pendukung tradisi ritual kesenian “ Begalan “ banyumasan.
b.      Ruang lingkup budaya, adalah budaya nilai, aktivitasnya.
c.       Ruang lingkup temporal, adalah wilayah tempat diselenggarakannya tradisi ritual Kesenian Begalan.
d.      Ruang lingkup geografis, secara geografis sebenarnya lokasi kegiatan ritual penelitian yaitu Desa Karang duren Kecamatan Kabupaten Banyumas.


IV.              RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat kita susun sebuah rumusan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian adalah
1.      Mengapa masyarakat melakukan tradisi ritual begalan?
2.      Apa fungsi tradisi ritual Begalan banyumasan bagai masyarakat desa Karangduren ?
3.      Bagaimana prosesi Begalan di desa Karangduren, Kecamatan sokaraja, Kabupaten Banyumas?
4.      Apa saja makna simbolik yang terkandung pada perlengkapan yang digunakan dalam tradisi Begalan di Desa Karangduren?
5.      Apa makna dari ritual begalan di Banyumas ini?

V.                 TUJUAN PENELITIAN
Penilitian tradisi ritual kesenian Begalan di desa Karangduren Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui alasan mengapa masyarakat melakukan tradisi ritual Begalan dalam menikahkan anaknya.
2.      Mengetahui apa fungsi dari tradisi ritual Begalan bagi masyarakat desa Karangduren.
3.      Mengetahui bagaimana prosesi Begalan di desa Karangduren, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.
4.      Mengetahui apa saja makna simbolik yang terkandung pada perlengkapan yang digunakan dalam tradisi Begalan di desa Karangduren
5.      Mengetahui apa makna dari ritual begalan di Banyumas
6.       
VI.              MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1.      Secara Teoritis
a)      Diharapkan dapat memperdalam wacana berbagai ritual yang berlaku dalam masyarakat
b)      Diharapkan dapat memberikan manfaat dalam penambahan wacana tentang ilmu agama.
2.      Secara praktis
a)      Bagi Masyarakat Desa Karangduren
Penelitian ini dapat dijadikan suatu pemahaman dan pengetahuan tentang tradisi ritual Begalan
b)      Bagi masyarakat Karang duren
Penelitian ini dapat memberikan motivasi sebagai upaya pelestarian budaya yang dimiliki Kabupaten Banyumas
c)      Bagi Pemerintah
Pemerintah ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi pihak pemerintah untuk lebih mengembangkan sektor pariwisata khususnya budaya.


VII.            LANDASAN
A.     Teori
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi tradisi ritual Begalan dipergunakan pendekatan folklor:
i.              Secara etimologis folklor berasal dari bahasa inggris folk dan lore. Folk mempunyai makna pengetahuan adat istiadat lama
Ø  Dundes ( dalam Danandjaja, 1986 : 1 ) menyatakan bahwa folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik dan sosial budaya sehingga dapat  dibedakan dari kelompok lain. Ciri pengenalnya antara lain warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, dan agama yang sama. Sedang lore adalah tradisi folk, yaitu tradisi turun temurun yang secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau pembentu mengingat.
Ø  Charles Winich ( 1961: 217 ) Mendefinisikan  folklore sebagai berikut “ Folklor the common orally transmitted traditions, myths, festivals, songss, supersitions, and stoies of all People “
Artinya folklor adalah tradisi-tradisi rakyat yang umumnya disebarkan dari mulut ke mulut, mitos-mitos festival, lagu-lagum takhayul dan semua cerita-cerita rakyat.

ii.            Fungsi folklor
-          Folklor akan hidup terus jika memliiki fungsi. Fungi foklor merurut Danandjaja adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif
2.      Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan
3.      Sebagai alat pendidikan anak
4.      Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
-          Sedangkan menurut Alan Dundes ( dalam Sutrisno, S. 1991”564 ) menyatakan bahwa fungsi folklor yaitu :
1.      Untuk memelihara perasaan solidaritas suatu kolektif, memberi suatu jalan yang dibenarkan oleh suatu masyarakat agar seseorang dapat menghukum orang lain.
2.      Alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat.
3.      Memberikan suatu cara pelarian yang menyenangkan di dunia.
-          Ciri-ciri folklor
Agar dapat membedakan folklor dari kebudayaan lainnya, harus mengetahui dahulu ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)      Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan dengan lisan
2)      Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar
3)      Folklor


B.     Tinjauan pustaka
                                                  I.                  Pengertian tradisi
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1989:959 ) tradisi diartikan sebagai :
1.      Adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan di masyarakat.
2.      Penilaian atau tanggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar.

Shaw (1972:381 ) menyatakan bahwa “ tradition, a body of costums, belieft, skills or saying handed down from generation to generation or age to age “. Yang artinya adalah suatu kumpulan kebiasaan-kebiasaan, keyakinan-keyakinan, ketrampilan-ketrampilan atau ucapan-ucapan yang diperoleh dari generasi ke generasi.
      Mac iver dan page ( dalam soekanto, 1982:23 ) menyatakan bahwa kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilkuan saja, akan tetapi sebagai norma-norma pengatur, maka disebutkan kebiasaan tadi sebgai tata kelakuan.
      Dari teori-teori diatas tradisi merupakan adat kebiasaan atau kumpulan kebiasaan-kebiasaan, keyakinan-keyakina, ketrampilan-ketrampilan atau ucapan-ucapan yang diwariskan secara turun temurun.
                                               II.                  Upacara tradisional
Upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat dalam mencari usaha perlindungan dan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau kekuatan dari supranatural, seperti roh-roh halus, leluhur, dan pepunden. ( Supanto, 1991-1992:12)

Koentjaraningrat (1994:347-378) menyatakan bahwa tidak semua upacara tradisional berkaitan dengan upacara keagamaan dalam hal ini religi, ada beberapa macam upacara selamatan, antara lain : upacara selamatan adat, upacara selamatan yang bersifat keramat, dan ada juga upacara yang bersifat tidak keramat. Pada umumnya upacara mengandung emapat komponen yaitu tempat upacara dilaksanakan, saat-saat upacara, benda-benda dan alat-alat upacara, serta orang yang melakukan dan memimpin upacara. Unsur yang terdapat dalam upacara, yaitu bersaji, berdoa, berkorban, makan bersama makanan yang telah disucikan doa, berprosesi atau berpawai memainkan seni drama suci, berpuasa atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan trance atau mabuk, bertapa dan bersemedi.
                                             III.                  Simbol
Simbol berasal dari bahasa Yunani Symbolon yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu kepada seseorang. Manusia adalah animal symbolikum yang artinya pemikiran dan tingkah laku simbolis merupakan ciri yang betul-betul khas dari seorang manusia danbahwa seluruh manusia mendasarkan diri pada kondisi-kondisi itu.
Turner ( dalam Suwandi 1996:172 )  menyatakan bahwa the symbol is the smallest unit if ritual which retains the specific properties of ritual behaviour. It is the ultimate unit of spesific structure in aritual context. Yang berarti simbol adalah unit atau bagaian terkecil dalam ritual yang mengandung makna dari tingkah laku ritual yang bersifat khusus.
VIII.         METODOLOGI
A.     Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana seorang peneliti melakukan penelitian atau tempat dimana penelitian akan dilangsungkan. Pada penelitian kali ini akan dilaksanakan di desa Karangduren, kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.
B.     Fokus penelitian
Dalam penelitian kali ini yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut :

1.      Alasan mengapa masyarakat melakukan tradisi ritual Begalan dalam menikahkan anaknya.
2.      Apa fungsi dari tradisi ritual Begalan bagi masyarakat desa Karangduren.
3.      Bagaimana prosesi Begalan di desa Karangduren, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.
4.      Apa saja makna simbolik yang terkandung pada perlengkapan yang digunakan dalam tradisi Begalan di desa Karangduren
5.      Apa makna dari ritual begalan di Banyumas
C.     Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Sumber data primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan responden atau informan di lapangan. Dalam penelitian ini informan-informan yang membantu memecahkan masalah yang diajukan adalah:
a.       Sesepuh desa
Sesepuh desa adalah orang yang tertua dalam masyarakat atau yang dituakan untuk dijadikan pemimpin karena telah mempunyai banyak pengalaman suatu perkumpulan
b.      Perangkat desa
Perangkat desa adalah alat kelengkapan pemerintah desa yang terdiri atas sekreariat desa dan kepala dusun.
c.       Masyarakat Karangduren
Masyarakat Karangduren merupakan manusia dalam arti seluas-luasnya yang terikat oleh sebuah kebuadayaan yang mereka anggap sama di desa Bonang.
d.      Pelaku seni begalan
Adalah seseorang yang sering kali berperan sebagai pengisi lakon dalam suatu pagelaran begalan

2.      Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung oleh sumbernya. Dalam hal ini buku-buku, data penelitian dokumen dan data-data lain yang relevan.

D.     Metode pengumpulan data
Salah satu  hal yang paling penting dalam penelitian adalah mengumpulkan data. Dalam penelitian kali ini proses pengumpulan data akan menggunakan beberapa metode, antara lain yaitu :
1.      Metode wawancara
Metode wawancara atau metode interview adalah cara yang digunakan seseotang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut ( Koentjaraningrat 1986: 129 )
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap pelaku begalan, sesepuh desa, perangkat desa, Dan tak lupa Masyarakat Karangduren. Adapun maksud dari wawancara dilakukan adalah untuk mendapatkan data dan keterangan secara langsung, mendalam dan terinci mengenai tradisi ritual Begalan Banyumasan dari Para Informan.
2.      Metode observasi
Metode ini dipakai untuk mendapatkan data melalui kegiatan melihat, mendengar dan penginderaan lainnya yang mungkin dilakukan gung memperoleh data atau informasi yang diperlukan (Arikunto 1997:146 )
Dalam penelitian ini akan diamati Tradisi Ritual Begalan Banyumasan.
Melalui observasi maka peneliti terjun ke lapangan langsung atau lokasi penelitian dengan alasan :
a)      Untuk mengetes kebenaran informasi karena ditanyakan langsung kepada subyek secara lebih dekat
b)      Untuk mencatat perilaku dan kejadian yang sebenarnya
c)      Mampu memahami situasi-situasi rumit dan perlikau yang komplek


Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam mengadakan observasi :
1.      Lingkungan fisik dari tradisi ritual Begalan Banyumasan
2.      Lingkungan sosial masyarakat desa Karang duren maupun masyarakat pendukung lore yang berada di sekitar Karangduren Maupun di luar Kabupaten Banyumas
3.      Interaksi antara masyarakat yang sedang melakukan tradisi ritual Begalan
4.      Masyarakat yang terlibat di dalam pelaksanaan upacara tradisional ritual Begalan Banyumasan.
3.      Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan lain-lain ( Arikunto 1997-149 )
Dokumentasi digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan alasan :
a.             Data yang dibutuhkan mudah diperoleh dari sumber data.
b.            Data yang diperoleh sangat akurat, sehingga dapat dibuktikann kebenarannya.
c.             Waktunya tidak perlu ditentukan dan tidak perlu mengadakan perjanjian dengan pihak menyimpan sumber data.
E.      Validitas data
Validitas data merupakan salah satu bagian dari penelitian yang penting dalam suatu penelitian kualitatif, yaitu untuk mengetahui tingkat validitas atau kesahihan dari hasil penelitian yang dilakukan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan, dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat ( Arikunto 2002:144 )

F.      Teknik Analisis data
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan keadaan daerah penelitian. Dalam penelitian ini akan digambarkan tradisi ritual Begalan Banyumasan.
IX.              SISTEMATIKA SKRIPSI
Sistematika skripsi yang berjudul tradisi Ritual Begalan Banyumasan Kabupaten Banyumas terdiri dari :
1.      Bagian pendahuluan berisi : halaman judul, pengesahan, motto, dan persembahan, kata pengantar, sari/abstrak, daftar isi dan daftar lampiran.
2.      Bagian isi meliputi :
BAB I PENDAHULUAN, membahas tentang latar belakang, idntifikasi dan pembatasan masalah, perumusan masalah atau fokus masalah, tujuam penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika.
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA, merupakan kumpulan konsep-konsep relevan dan terintegrasi dalam suatu sistem penjelasan yang berfungsi sebagai pedoman kerja
BAB III METODE PENELITIAN, Menguraikan bagaian-bagian sebagai berikut : dasar penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, validitas data, model, analisis data serta prosedur penilitan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, Bagian ini menyajikan penelitian lapangan dan pembahasan yang akan menghubungkan fakta atau data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan yang meliputi :
a.       Alasan mengapa masyarakat melakukan tradisi ritual Begalan dalam menikahkan anaknya.
b.      Apa fungsi dari tradisi ritual Begalan bagi masyarakat desa Karangduren.
c.       Bagaimana prosesi Begalan di desa Karangduren, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.
d.      Apa saja makna simbolik yang terkandung pada perlengkapan yang digunakan dalam tradisi Begalan di desa Karangduren
e.       Apa makna dari ritual begalan di Banyumas
3.      Bagian akhir skripsi berisi
a.       Daftar pustaka
b.      Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja, James. Folklore Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Grafitipers

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar ilmu antropologi. Jakarta : P.T. Rineka Cipta
                              1990. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai pustaka

Putra, Turiyo Ragil.2007.Hikmat Kabudayaan Sajroning Pendhidhikan. Surabaya : Panjebar   semangat-47/2007

Supriyadi. 1993. Begalan. Purwokerto : UD. Satria Utama






















INSTRUMEN PENELITIAN
PEDOMAN WAWANCARA
TRADISI RITUAL “ BEGALAN “ BANYUMASAN SEBUAH FOLKLORE DI KABUPATEN BANYUMAS
I.                    Daftar Informan
Nama   :
Usia     :
Profesi :
Alamat :


II.                 Daftar Pertanyaan wawancara

Untuk Sesepuh desa
1.      Bagaimana awal mula diadakannya suatu tradisi Ritual begalan di desa Karangduren?
2.      Mengapa masyarakat melakukan tradisi tersebut?
3.      Apa saja perlengkapan yang digunakan guna mendukung lancarnya pergelaran tersebut?
4.      Bagaimana pendapat anda tentang adanya tradisi ini?

Untuk perangkat desa
1.      Apa latar belakang masyarakat bersedia untuk melakukan tradisi begalan dalam upacara pernikahannya?
2.      Manfaat apa yang dapat diambil dengan diadakannya ritual tersebut?
3.      Langkah apa yang dilakukan pemerintah setempat agar ritual tersebut dapat dikembangkan untuk menuju wisata budaya?
bagaiman pendapat saudara tentang adanya ritual ini?


Untuk pelaku kegiatan ritual
1.      Mengapa anda bersedia menjadi lakon dalam perhelatan begalan ini?
2.      Apa motivasi anda dalam melakukan profesi ini?
3.      Sejak kapan anda menggeluti profesi ini?
4.      Pada saat pernikahan seperti apa biasanya keluarga mempelai mengadakan begalan?
5.      Bagaiman pendapat anda mengenai begalan ini?